bitter love
Jumat, 07 Januari 2011 | 0 comments
Bitter love. Ini bener-bener title yang sangat klise dan berbau galau khas ababil jaman sekarang. Maafin aku ya, Octopuses. Ini namanya aku lagi running out of title, hiks. Tapi bukan berarti title entry ini irrelevant sama isi nya kok. Justru aku pilih kata "bitter" karena... memang entry ini bakal berbicara tentang hal yang paling naif--dan paling diagungkan--di dunia;
Cinta.
Sebelum ngebahas lebih lanjut, aku mau meluruskan kenapa aku menganggap "cinta" sebagai hal yang paling "naif" di dunia. Well, simply just because cinta memang naif. Dan membuat orang-orang menjadi naif karenanya. Banyak orang yang percaya bahwa "love would be last forever". Dan biasanya mereka yang beranggapan seperti ini adalah remaja belasan tahun. Remaja yang sebaya sama aku.
Setiap kali ada yang menggunakan kata "forever" dalam satu kalimat yang ada kata "love" nya, aku rasanya pengen banget ngasih tau sama mereka kalo "there is NO forever". Ya memang bener kan? Nggak ada yang namanya "selamanya". Nggak usah ngambil contoh yang rumit semacam, "kita hidup cuma sementara alias nggak selamanya, kan?" deh. Cukup ambil sampel yang simpel-simpel aja (hey, it rhymes!). Makanan, pasti akhirannya bakal membusuk kan? Atau, anggaplah kita lagi ngumpul-ngumpul sama temen-temen segeng. Nggak mungkin kan kita bakal selamanya ngumpul bareng? Pasti bakal ada saatnya kita memisahkan diri. Itu pasti. Because it's fated already.
Jadi, intinya, love isn't about being forever. Cinta itu semacam game. Nggak ada kata selamanya. Yang ada cuma permainan seberapa lama kita bisa mempertahankan cinta itu sendiri. That's it. Ibarat kita lagi ikutan kompetisi game yang bernama "cinta", pemenangnya adalah orang yang lebih lama mempertahankan cinta itu. Gitu. Bahasa gampangnya; lama-lamaan cinta-cintaan. In case you couldn't get what I mean.
I, myself, hate the word "love". Bukan, bukan berarti aku nggak bisa falling in love with someone. Tapi aku cuma nggak suka aja sama kata itu. Dan ini bukan disebabkan oleh alesan paling pasaran di dunia ini--patah hati--ya. There is something that happened to me and caused me to hate the word "love". Sesuatu yang mengajarkan aku kalo :
1. Cinta itu buta
2. Cinta itu sementara
3. Cinta itu naif
Cinta itu buta. Ya jelas, kan? Contoh gampangnya, kamu bisa maki-maki orang tua kamu disaat kamu nyaris punya pacar sementara orang tua kamu ngelarang kamu pacaran. Itu contoh yang paling nyata di teen world, no?
Cinta itu sementara. Udah kujabarin dengan jelas di atas.
Cinta itu naif. Udah kujelasin juga di atas, kan? Well, sebenernya bukan pure 100% "cinta" nya yang naif, sih. Sebenernya cinta itu, bisa dibilang, kejam. Dan sangat "real". Cinta itu ajaib, memang. Hari ini kamu bisa diagung-agungkan sama seorang cowok, besoknya kamu bisa dibuang sama mereka. Kenapa? Simpel. Alasan yang paling pasaran buat kasus ini adalah :
"Aku udah nggak cinta lagi sama kamu."
Atau dalam bahasa gampangnya, "cintaku udah lari dan kabur ke cewek lain". Gitu.
Jadi...?
Jadi, yang membuat cinta itu terkesan naif adalah mereka sendiri, yang sedang hanyut dalam cinta. Aku masih belom terlalu ngerti gimana prosedur jalannya percintaan dalam dunia orang dewasa ya, karena aku sendiri belom merasa dewasa. Aku berpikiran simpel, kok. Aku cukup mengambil bahan observasi dari kasus-kasus yang ada di sekelilingku.
Kebanyakan remaja menganggap love is all about lovey-dovey things, while it isn't. Mereka nganggep kalo cinta itu cukup dengan bilang "I love you", gandengan tangan, grepe sana grepe sini, and all. Padahal cinta itu rumit. Cinta itu butuh komitmen, butuh tanggung jawab. Mereka belom punya itu semua, tapi mereka udah berani berkoar-koar "aku cinta sama dia" dan lain sebagainya.
Mereka juga mikir love is all about being happy. Salah sedikit, marah. Salah sedikit, ngambek. Berantem dikit, bilangnya "kamu udah nggak sayang lagi sama aku!" dan lain sebagainya. Ya itulah cinta. Cinta cuma salah satu part penting dalam kehidupan. Dalam dunia. Dunia berputar, cinta juga. Hari ini kamu seneng di dunia, besoknya kamu sedih. Cinta juga begitu. Hari ini kamu merasa cintaaaa banget, besok kamu merasa kadar cintamu berkurang drastis. Ya gitu deh. Intinya, semua yang ada di dunia ini..... adalah "roda". Roda yang terus berputar. Wujudnya memang nggak bulet sempurna kayak roda. Wujudnya memang nggak berporos semacam roda. Tapi ya itu tadi. Semua yang ada di dunia ini punya hukum yang sama seperti roda.
Berputar. Dan kita nggak akan pernah bisa menghentikan perputarannya. Kita cuma bisa jadi penonton. Diam dan menikmati. Kita cuma bisa jadi pemain. Mengikuti apa yang ada di naskah--yang disebut takdir--dan memerankannya dengan sempurna. Kita cuma bisa jadi figuran. Karena pemeran utama nya adalah dunia sendiri. Makanya, ada yang bilang kalo dunia itu "panggung sandiwara". Memang begitulah adanya.
Jadi, ya gitu deh. Kebanyakan orang seumuranku cuma mikir cinta itu isinya happy-happy. Gampangannya, mereka nganggep HAPPY itu pemeran utama dalam sebuah drama yang judulnya "CINTA". Kata-kata semacam "cobaan", "kesedihan", "pengkhianatan", dan lain sebagainya cuma jadi FIGURAN. Mereka salah. Justru yang jadi figuran dalam CINTA itu adalah HAPPY sendiri. Makanya mereka jadi begitu panik ketika mereka masuk dalam fase sulit, fase-fase yang memaksa mereka untuk mendewasakan diri.
Sebelumnya aku minta maaf ya atas pandanganku tentang cinta yang terlalu keras. Tapi memang begitu lah adanya. Life told me so. I've learned about these things from my life experience.
Conclusion? Orang-orang yang lagi dilamun cinta kebanyakan naif. Dan cinta jadi naif karena orang-orang tersebut. Enough said.
....oke. Aku ngerti, penjelasanku yang panjang lebar di atas sama sekali nggak memberi pencerahan maupun jawaban yang tepat dan memuaskan. I'm so sorry. But I've tried my best to tell you about my absurd, odd thoughts. Pokoknya intinya... gitulah. Ada hal-hal yang nggak bisa dijelaskan ke orang lain dengan sempurna. Dan buatku, inilah hal itu.
Alright. Sebelum aku makin off-topic, mari kita bahas inti dari entry kali ini. Kenapa aku sebut bitter love?
Simply just because I considered this kind of love as a bitter love. This kind = the awkward moment when you are falling in love with someone who doesn't even know that you are exist in this world.
So, who the heck is the guy that caused me a BIG problem like this?
It's him.
Cinta.
Sebelum ngebahas lebih lanjut, aku mau meluruskan kenapa aku menganggap "cinta" sebagai hal yang paling "naif" di dunia. Well, simply just because cinta memang naif. Dan membuat orang-orang menjadi naif karenanya. Banyak orang yang percaya bahwa "love would be last forever". Dan biasanya mereka yang beranggapan seperti ini adalah remaja belasan tahun. Remaja yang sebaya sama aku.
Setiap kali ada yang menggunakan kata "forever" dalam satu kalimat yang ada kata "love" nya, aku rasanya pengen banget ngasih tau sama mereka kalo "there is NO forever". Ya memang bener kan? Nggak ada yang namanya "selamanya". Nggak usah ngambil contoh yang rumit semacam, "kita hidup cuma sementara alias nggak selamanya, kan?" deh. Cukup ambil sampel yang simpel-simpel aja (hey, it rhymes!). Makanan, pasti akhirannya bakal membusuk kan? Atau, anggaplah kita lagi ngumpul-ngumpul sama temen-temen segeng. Nggak mungkin kan kita bakal selamanya ngumpul bareng? Pasti bakal ada saatnya kita memisahkan diri. Itu pasti. Because it's fated already.
Jadi, intinya, love isn't about being forever. Cinta itu semacam game. Nggak ada kata selamanya. Yang ada cuma permainan seberapa lama kita bisa mempertahankan cinta itu sendiri. That's it. Ibarat kita lagi ikutan kompetisi game yang bernama "cinta", pemenangnya adalah orang yang lebih lama mempertahankan cinta itu. Gitu. Bahasa gampangnya; lama-lamaan cinta-cintaan. In case you couldn't get what I mean.
I, myself, hate the word "love". Bukan, bukan berarti aku nggak bisa falling in love with someone. Tapi aku cuma nggak suka aja sama kata itu. Dan ini bukan disebabkan oleh alesan paling pasaran di dunia ini--patah hati--ya. There is something that happened to me and caused me to hate the word "love". Sesuatu yang mengajarkan aku kalo :
1. Cinta itu buta
2. Cinta itu sementara
3. Cinta itu naif
Cinta itu buta. Ya jelas, kan? Contoh gampangnya, kamu bisa maki-maki orang tua kamu disaat kamu nyaris punya pacar sementara orang tua kamu ngelarang kamu pacaran. Itu contoh yang paling nyata di teen world, no?
Cinta itu sementara. Udah kujabarin dengan jelas di atas.
Cinta itu naif. Udah kujelasin juga di atas, kan? Well, sebenernya bukan pure 100% "cinta" nya yang naif, sih. Sebenernya cinta itu, bisa dibilang, kejam. Dan sangat "real". Cinta itu ajaib, memang. Hari ini kamu bisa diagung-agungkan sama seorang cowok, besoknya kamu bisa dibuang sama mereka. Kenapa? Simpel. Alasan yang paling pasaran buat kasus ini adalah :
"Aku udah nggak cinta lagi sama kamu."
Atau dalam bahasa gampangnya, "cintaku udah lari dan kabur ke cewek lain". Gitu.
Jadi...?
Jadi, yang membuat cinta itu terkesan naif adalah mereka sendiri, yang sedang hanyut dalam cinta. Aku masih belom terlalu ngerti gimana prosedur jalannya percintaan dalam dunia orang dewasa ya, karena aku sendiri belom merasa dewasa. Aku berpikiran simpel, kok. Aku cukup mengambil bahan observasi dari kasus-kasus yang ada di sekelilingku.
Kebanyakan remaja menganggap love is all about lovey-dovey things, while it isn't. Mereka nganggep kalo cinta itu cukup dengan bilang "I love you", gandengan tangan, grepe sana grepe sini, and all. Padahal cinta itu rumit. Cinta itu butuh komitmen, butuh tanggung jawab. Mereka belom punya itu semua, tapi mereka udah berani berkoar-koar "aku cinta sama dia" dan lain sebagainya.
Mereka juga mikir love is all about being happy. Salah sedikit, marah. Salah sedikit, ngambek. Berantem dikit, bilangnya "kamu udah nggak sayang lagi sama aku!" dan lain sebagainya. Ya itulah cinta. Cinta cuma salah satu part penting dalam kehidupan. Dalam dunia. Dunia berputar, cinta juga. Hari ini kamu seneng di dunia, besoknya kamu sedih. Cinta juga begitu. Hari ini kamu merasa cintaaaa banget, besok kamu merasa kadar cintamu berkurang drastis. Ya gitu deh. Intinya, semua yang ada di dunia ini..... adalah "roda". Roda yang terus berputar. Wujudnya memang nggak bulet sempurna kayak roda. Wujudnya memang nggak berporos semacam roda. Tapi ya itu tadi. Semua yang ada di dunia ini punya hukum yang sama seperti roda.
Berputar. Dan kita nggak akan pernah bisa menghentikan perputarannya. Kita cuma bisa jadi penonton. Diam dan menikmati. Kita cuma bisa jadi pemain. Mengikuti apa yang ada di naskah--yang disebut takdir--dan memerankannya dengan sempurna. Kita cuma bisa jadi figuran. Karena pemeran utama nya adalah dunia sendiri. Makanya, ada yang bilang kalo dunia itu "panggung sandiwara". Memang begitulah adanya.
Jadi, ya gitu deh. Kebanyakan orang seumuranku cuma mikir cinta itu isinya happy-happy. Gampangannya, mereka nganggep HAPPY itu pemeran utama dalam sebuah drama yang judulnya "CINTA". Kata-kata semacam "cobaan", "kesedihan", "pengkhianatan", dan lain sebagainya cuma jadi FIGURAN. Mereka salah. Justru yang jadi figuran dalam CINTA itu adalah HAPPY sendiri. Makanya mereka jadi begitu panik ketika mereka masuk dalam fase sulit, fase-fase yang memaksa mereka untuk mendewasakan diri.
Sebelumnya aku minta maaf ya atas pandanganku tentang cinta yang terlalu keras. Tapi memang begitu lah adanya. Life told me so. I've learned about these things from my life experience.
Conclusion? Orang-orang yang lagi dilamun cinta kebanyakan naif. Dan cinta jadi naif karena orang-orang tersebut. Enough said.
....oke. Aku ngerti, penjelasanku yang panjang lebar di atas sama sekali nggak memberi pencerahan maupun jawaban yang tepat dan memuaskan. I'm so sorry. But I've tried my best to tell you about my absurd, odd thoughts. Pokoknya intinya... gitulah. Ada hal-hal yang nggak bisa dijelaskan ke orang lain dengan sempurna. Dan buatku, inilah hal itu.
Alright. Sebelum aku makin off-topic, mari kita bahas inti dari entry kali ini. Kenapa aku sebut bitter love?
Simply just because I considered this kind of love as a bitter love. This kind = the awkward moment when you are falling in love with someone who doesn't even know that you are exist in this world.
So, who the heck is the guy that caused me a BIG problem like this?
It's him.
His name is Kwon Jiyong. AKA GD, or G-Dragon to be exact (I hate this stage name anyway, I prefer to call him as "GD" than "G-Dragon"). Dia leader Bigbang. Yes, he is Korean. And YES, he is an idol. And of course he doesn't know that there is Winona Anindyasarathi Soedhowo in this world. Poor me, aite?
Kenapa aku suka sama dia?
Because he is amazing. He is still young. Dia good-looking. Tall enough for me. Dia fashionable. Dia smart. Dia creative. Tekun, ulet, bertanggung jawab, profesional, dan banyak hal lainnya yang selalu mencegah aku untuk berhenti belajar lebih banyak lagi dari dia.
Okay, he might be sooo rebel. Asumsiku, gaya hidupnya sangat bebas. Party everyday. Minum. Hangover pastinya. Make. Main cewek. One-night stand udah termasuk dalam kategori main cewek ya. Tapi hebatnya, dia tetep bisa jadi orang HEBAT disaat dia sangat rebel.
You know, sometimes people wouldn't even care about your sins when you are being so awesome. I told you already, right? Poin nomor satu : cinta itu buta.
Everything about him is amazing. Oke, kecuali masalah wajah, itu tolong dikecualikan ya. Menurutku dia bukan tipe orang yang bisa dikyaaaa-in dari segi fisik. Tapi ya, gitu deh. Dalam kasus kebanyakan, biasanya yang terjadi adalah kasus "talenta berbanding terbalik dengan penampilan". Bedanya, GD ini masih bisa jadi eyecandy becuase he is kinda good-looking (just like what I said).
Jujur, sebenernya aku bingung nyari alesan lagi untuk menjelaskan kenapa aku bisa suka sama dia. Bukan, bukan karena aku cuma suka sama dia dengan cara yang klise--karena dia cakep dsb--atau karena aku nggak punya alesan lain untuk suka sama dia. Justru karena terlalu banyak alesan yang aku punya, aku jadi bingung gimana cara ngejabarinnya. Sama kayak gimana aku bingung buat ngejelasin kenapa aku bisa nganggep "cinta itu naif", kayak di atas.
Awalnya memang cuma sekedar rasa kagum. Tapi tau sendiri kan, cinta bisa timbul darimana aja? (Ini salah satu kalimat paling iklan yang pernah aku tulis di blog ini. And I feel so..... gross to mention those words in this blog)
So, yeah......... I'm falling in love with this guy. Bitter love is bitter.
But no, I'm not that delusional. Okay, I might be DELUSIONAL but I'm not that creepy, okay? Mari berbicara tentang fakta. Dan logika. Aku di Indonesia, dia di South Korean. Aku cuma anak tunggal and another student in this world, dan dia idola. Nona Soedhowo x Kwon Jiyong will never happen unless it's fated already and I doubt that God would give that kind of fate to me.
Jadi...? Jadi, aku ga bakal berkhayal lebih lanjut kalo dikemudian hari aku bakal jadi Nona Kwon or else (sebenernya aku bahkan nggak bisa ngebayangin hal ini, sih). Aku cuma berharap, aku bisa dapet suami... atau seenggaknya "pacar" yang kayak dia.
Taller than me, itu pasti. Smart. Creative. Bertanggung jawab. Punya komitmen dan berpegang teguh pada prinsip. Ga klemak-klemek. Easy-going. Fun. Ulet, tekun, ga mudah putus asa, berani mencoba. Agak-sedikit-perfeksionis, boleh lah. Good-looking itu juga harus. I'm not asking for the handsome ones. But he has to be good-looking. Let's talk about reality, sekarang udah bukan jamannya "look doesn't matter", kan? Just admit it. Everyone wants a good-looking girlfriend/boyfriend.
Jadi, dengan bangga saya mendeklarasikan ideal guy saya adalah......... GD! With the less rebel-ness, please. Karena aku gampang kebawa arus. Jadi punya cowok dengan tingkat kerebelan sama kayak GD is a big no.
Mungkin beberapa dari kalian mikir, "ah cuma gitu doang masa iya sih nganggep udah falling in love?". Tapi menurutku, itu lah yang terjadi. Well, semacam itu lah. Karena kadang, ngeliat video nya... ngeliat fotonya.... ngedengerin lagu-lagunya....
He makes my heart flutter.
Hiks, I'm being these pity fangirls with their bitter love. Menyedihkan, memang. Tapi aku nggak menyesal. GD, walaupun dia sangat nakal, udah ngajarin banyak hal ke aku. Termasuk poin bahwa hidup itu bukan sekedar "lalala land". Hidup itu keras. Tapi untuk menghadapi kerasnya hidup, kita hanya bisa bertahan sekuat tenaga. Kompetisi atau persaingan, itu semua cuma hiasan belaka dalam hal yang namanya "kehidupan". Hiasan yang nggak lain adalah salah satu komponen utama. Dan mau nggak mau, kita harus menghadapi hiasan hidup yang satu ini.
Kadang, kalo aku sedih, dengan mengingat perjuangan GD dan role modelsku yang lainnya (Kahi, Park Bom, Tiffany), aku jadi semangat. Kalo putus asa, cuma dengan mengingat mereka pernah melalui fase yang sama dengan apa yang lagi aku alamin, aku jadi punya kekuatan lagi buat menghadapi semua masalah yang ada. Berkat mereka, aku bisa mengatakan hal ini sama diriku sendiri :
"Kamu ada di tahap yang benar, Non. Kamu cuma harus berusaha melewati fase ini, dan tadaaah. Saat kamu sadar, kamu akan ada di tahap yang sama dengan mereka. Sukses. Berhasil."
Ini namanya agak off-topic. Jadi lebih baik obrolan soal GD, Kahi, Park Bom, dan Tiffany being my role models sebaiknya disimpan untuk next entry, gimana? ;)
Jadi, intinya, I'm falling in love with GD and want to have a hubby/bf like him. Ngomong-ngomong soal hubby, I gotta feeling that my hubby will be older than me deh. Beda umurku sama GD bahkan sekitar 7 tahunan. Whatever sih, yang penting masih bisa klik dan nyambung ke aku. Karena aku sendiri nggak bisa ngobrol dengan leluasa and being myself dengan anak-anak cowok seumuranku (just like what my parents said; jalan pikirku udah kejauhan).
Yang penting jangan sama anak-anak semacam member-member SHINee. Sama sekali nggak bikin aku nafsu (sorry, Shawols). They are talented but they aren't my type.
So, yeah.... I prefer Kwon Jiyong over Justin Bieber, is that weird?
Whatever, let's enjoy this bitter love! :D
Love,
LadyLo
Label: About me, Celebrity, Daily story, Just babbling, Kpop, Life, Love, Opinion, Postingan sampah, Renungan, Sad