life isn't like a box of chocolates; it's already scripted.
Selasa, 09 Oktober 2012 | 0 comments
Life is like a box of chocolates - you never know what you're gonna get.
Mungkin udah ratusan kali kamu denger atau ngebaca quote barusan. But hey, who's counting here? Because what really matters now is, apakah kata-kata mujarabnya Forrest Gump barusan bener atau nggak. Well, aku sendiri yakin pasti bagi sebagian besar orang, definisi hidup ya begitu. Unpredictable, full of surprises, and such.
Definisi hidup menurut Nona?
Life is like a movie script - you never know whether you do your role perfectly or not until you finally watch the result.
Sering denger ungkapan 'dunia ini hanya panggung sandiwara'? I do. And I believe in that statement. Karena pada dasarnya, yang dilakukan setiap manusia di muka bumi ini hanya memerankan perannya masing-masing. Orang jahat, orang baik, orang ketus, orang ramah, semua itu cuma label yang diciptakan manusia sendiri. Tapi pada akhirnya, orang-orang tersebut tetap harus menjalankan lakonnya dengan label-label yang menempel di diri mereka. Kenapa? Karena sekali seseorang gagal menjalankan perannya, seluruh cerita yang udah tersusun rapi di naskah bakal hancur berantakan.
Banyak yang bilang, Tuhan adalah sutradara dari hidup ini. Aku cukup setuju sama pernyataan itu. Dan menurutku, manusia itu (udah jelas ya?) aktris dan aktornya. Sekarang, pertanyaannya cuma satu. Kalo Tuhan = sutradara, dan manusia = pemerannya, lantas siapa penonton dari 'panggung sandiwara' ini?
Karena panggung selalu didirikan untuk para penontonnya, my dear.
Intinya, nggak mungkin kan suatu pertunjukan digelar kalo ga ada penontonnya? Masalahnya, dalam hal ini siapa penontonnya? Malaikat? Iblis? No, in my opinion, mereka juga termasuk dalam kategori "pemain".
I'm getting crazy, I know.
Pernah nggak, suatu hari kamu terbangun dari tidurmu dan satu-satunya hal yang terbersit di kepalamu adalah kalimat "what am I doing to my life"? It's like, everything is pitch black. And then, your brain goes blank. Real blank. Mendadak kamu kehilangan passion buat ngelarin semua pekerjaan yang udah kamu mulai. Tiba-tiba aja kamu mempertanyakan semua pilihan yang udah kamu buat dalam hidup kamu. Dan dalam sekejap, kamu pengen ngulang semuanya dari awal. Ngelakuin hal yang jauh berbeda dari apa yang kamu pilih sekarang. Ibarat main Angry Birds, kamu pengen pindah season. Dari Angry Birds Halloween ke Angrys Birds Rio, maybe?
My mind is like a big parade of mixed things. Ada banyak hal yang harusnya ga perlu kupikir tapi tetep aja terlintas di kepalaku. Gimana kalo ternyata mukaku sebenernya nggak sama kayak yang selama ini kuliat di cermin? Kan aku nggak pernah ngeliat langsung mukaku! (Random thought, it proves that orang lain kadang lebih tau tentang diri kita ketimbang kitanya sendiri - buktinya aja mereka lebih mengenal muka kita daripada kita sendiri) Atau, gimana kalo pas one day aku ngaca, aku baru nyadar kalo aku udah berumur 30 tahun - dan bukannya 16 tahun kayak sekarang? Because time runs faster than we used to think. And this case happens to my Mom.
Aku bahkan sempet kepikiran; kira-kira apa yang bakal terjadi seandainya aku ngambil jalan yang berlawanan sama pilihan yang udah aku ambil sekarang? Things like, gimana seandainya aku ngambil kelas IPS instead of kelas IPA? Gimana seandainya aku nggak masuk ke SMA Negeri 1 Samarinda, tapi masuk ke SMA lainnya? Gimana seandainya aku masuk ke SMK dan bukannya SMA? Gimana seandainya aku masuk sekolah swasta, dan bukannya sekolah negeri? Gimana seandainya aku milih homeschool daripada public school? Apa yang bakal terjadi? Gimana reaksi keluargaku?
Karena sebesar apapun kebebasan yang dikasih orang tuaku, tetep aja ya yang namanya keluarga besar lebih menghormati hal-hal 'mainstream'. Such as, jadi pegawai negeri itu much better daripada jadi wiraswasta (talking about garansi seumur hidup, if you know what I mean) dan hal-hal lainnya.
Hal-hal semacam itulah yang ngebuat aku diem-diem salut sama orang-orang semacam tokoh Wilee di film Premium Rush. You know, the one who abandoned his previous 'life'. Seorang laki-laki cerdas yang nekat meninggalkan kesempatannya mendapatkan gelar Sarjana Hukum, cuma demi mempertahankan passionnya berkendara bebas dengan fixed gear dan jadi kurir khusus. Karena orang-orang semacam itu emang ada di sekitar kita, dan untuk mengambil keputusan seperti itu sama sekali nggak mudah. Aku yakin, ada suatu keberanian yang nggak dimiliki setiap orang waktu temen kita ditanya "kenapa nekat masuk Farmasi?" dan langsung ngejawab dengan tegas, "Aku mau langsung kerja abis lulus sekolah". How I envy you, orang-orang yang gagah berani.
Aku sendiri termasuk dalam kalangan orang pengecut yang masih belom yakin mau jadi apa pas dewasa nanti. Golongan losers yang nggak berani mengambil keputusan yang 'beda dari yang lain', cuma karena takut nggak sanggup menghadapi penilaian dari orang lain. Aku terlalu banyak mikirin "what ifs" instead of doing the hell of it. Orang-orang kayak aku inilah yang kalo hidup cuma ngikutin garis lurus yang mungkin emang udah digambarin sama Allah sejak awalnya.
Probably that's why I always think that life is already scripted. Means, it's not 'a box of chocolates' at all. But hey, what can I do to my screwed life anyway?
Love,
LadyLo.
Aku bahkan sempet kepikiran; kira-kira apa yang bakal terjadi seandainya aku ngambil jalan yang berlawanan sama pilihan yang udah aku ambil sekarang? Things like, gimana seandainya aku ngambil kelas IPS instead of kelas IPA? Gimana seandainya aku nggak masuk ke SMA Negeri 1 Samarinda, tapi masuk ke SMA lainnya? Gimana seandainya aku masuk ke SMK dan bukannya SMA? Gimana seandainya aku masuk sekolah swasta, dan bukannya sekolah negeri? Gimana seandainya aku milih homeschool daripada public school? Apa yang bakal terjadi? Gimana reaksi keluargaku?
Karena sebesar apapun kebebasan yang dikasih orang tuaku, tetep aja ya yang namanya keluarga besar lebih menghormati hal-hal 'mainstream'. Such as, jadi pegawai negeri itu much better daripada jadi wiraswasta (talking about garansi seumur hidup, if you know what I mean) dan hal-hal lainnya.
Hal-hal semacam itulah yang ngebuat aku diem-diem salut sama orang-orang semacam tokoh Wilee di film Premium Rush. You know, the one who abandoned his previous 'life'. Seorang laki-laki cerdas yang nekat meninggalkan kesempatannya mendapatkan gelar Sarjana Hukum, cuma demi mempertahankan passionnya berkendara bebas dengan fixed gear dan jadi kurir khusus. Karena orang-orang semacam itu emang ada di sekitar kita, dan untuk mengambil keputusan seperti itu sama sekali nggak mudah. Aku yakin, ada suatu keberanian yang nggak dimiliki setiap orang waktu temen kita ditanya "kenapa nekat masuk Farmasi?" dan langsung ngejawab dengan tegas, "Aku mau langsung kerja abis lulus sekolah". How I envy you, orang-orang yang gagah berani.
Aku sendiri termasuk dalam kalangan orang pengecut yang masih belom yakin mau jadi apa pas dewasa nanti. Golongan losers yang nggak berani mengambil keputusan yang 'beda dari yang lain', cuma karena takut nggak sanggup menghadapi penilaian dari orang lain. Aku terlalu banyak mikirin "what ifs" instead of doing the hell of it. Orang-orang kayak aku inilah yang kalo hidup cuma ngikutin garis lurus yang mungkin emang udah digambarin sama Allah sejak awalnya.
Probably that's why I always think that life is already scripted. Means, it's not 'a box of chocolates' at all. But hey, what can I do to my screwed life anyway?
Love,
LadyLo.
Label: About me, Daily story, Experience, Just babbling, Life, Opinion, Random thoughts