Lady Octopus by Nona Soedhowo. +Follow | Dashboard
Lady Octopus
Entries ~~ LadyLo ~~ Friends ~~ Connect



Citra yang Menentukan
Sabtu, 12 September 2009 | 0 comments
Seorang gadis terduduk diam di atas bangku taman. Ditatapnya langit dengan pandangan kosong, seolah mencoba untuk membunuh waktu. Bola matanya bergerak pelan, menyapu langit yang begitu luas. Dia tetap sabar menunggu.

Gadis itu begitu manis. Bola matanya berwarna karamel, cemerlang. Kulitnya kuning langsat, halus dan lembut. Rambutnya hitam kelam, tergerai dengan indah menutupi bahu mungilnya. Dan pipinya merona merah, dibasahi peluh yang menetes karena udara yang begitu panas--hanya pepohonan rindang yang melindunginya. Ditariknya cardigan hijau dari tas kecilnya, kemudian dia bentangkan untuk menutupi tangannya dari cahaya matahari yang begitu panas.

Kini dia duduk sendiri, sebuah bangku taman yang panjang. Mengamati gerak-gerik anak-anak kecil yang sedang asyik bermain--berlari-lari di jalan setapak, bersembunyi di balik semak, atau sekedar bermain perosotan--dengan seksama, dan dia pandangi dalam-dalam gestur pasangan yang asyik bercengkerama tepat di depannya. Dia mendelik, mendesah pelan, dan menatap jam tangannya.

Dia mulai mengetuk-ngetukkan kakinya ke atas tanah yang kasar, bosan menunggu. Dia kembali mendesah, bergerak kecil, dan kembali merapikan pakaiannya--dia tidak mau ada kerutan kecil di bajunya, saat lelaki yang dia tunggu datang dan menghampirinya.

Akhirnya dia menghela napas, lelah menunggu setelah satu setengah jam dia terduduk di bangku itu. Kemudian dia membenamkan wajahnya di balik cardigan hijaunya. Menyesal karena tidak menuruti perkataan Aifa.

"Sudahlah, Shaloom! Besok kamu tidak perlu datang ke taman! Laki-laki yang mengundangmu itu Azka--seseorang yang telah menyakiti hati banyak wanita! Jangan sampai kamu mau termakan tipu dayanya!" begitulah perkataan Aifa padanya semalam.

Dan kini dia menyesal, menerka apa yang ada di otaknya selama ini hingga dia mau rela menunggu satu setengah jam hanya demi seorang Azka, yang belum tentu akan menjadi miliknya.

Benar kata Aifa. Aku tertipu. Seorang Azka takkan mungkin menyukai aku yang begitu sederhana seperti ini. Aku hanya jadi mainannya!, batinnya. Apa yang hebat dariku dimatanya? Aku tidak sekaya Audrey. Aku tidak se-glamor Maia. Aku tidak seanggun Letiva. Aku tidak secerdas Ruma. Aku tidak sesempurna Kiana. Tidak ada satu hal pun dalam diriku yang dapat dibandingkan dengan semua mantannya. Apa yang aku harapkan selama ini?

Dia mulai mengusap wajahnya, berusaha menjernihkan pikiran. Lalu dia mulai memutar otaknya, memikirkan apa yang akan dia lakukan dalam beberapa detik ke depan.

Dan dia memilih untuk pergi. Menunggu selama satu setengah jam bukan waktu yang singkat, kan?


Beberapa detik setelah kepergian gadis itu--Shaloom, seorang laki-laki menghampiri bangku yang telah kosong itu. Azka, sosok yang selama ini ditunggu Shaloom.

Ditatapnya bangku kosong tersebuk dengan pandangan sedih. Ya, dia tahu bahwa menunggu selama satu setengah jam bukanlah hal yang mudah. Namun mengantri selama satu setengah jam demi membelikan tiket konser yang paling ditunggu-tunggu oleh perempuan tercinta juga bukan waktu yang singkat, kan?

Padahal baru saja dia ingin mengungkapkan perasaannya. Perasaannya yang begitu berbeda dari sebelum-sebelumnya. Pengakuannya bahwa dia benar-benar jatuh cinta pada perempuan yang ini. Perempuan polos bernama Shaloom yang benar-benar mencuri hatinya. Perempuan yang membuatnya bertekad tidak akan meninggalkannya atau menyakitinya.

Namun memang citra lah yang menentukan.


***

Hehehe batal deh nulis puisinya :p jadi pengen nulis cerpen aja ehehehe. Maap ya cerpennya ancur :( biasanya bahasa penulisanku nggak serius kayak gini. Cuma lagi pengen aja gitu nulis kayak gitu. Hehehehehe.


Love,
LadyLo

Label: ,


Older Post | Newer Post