pesan untuk ozi
Jumat, 15 Maret 2013 | 0 comments
Setiap sudut kota ini mengingatkanku
padamu, Zi.
Langit kelabu yang senantiasa
memayungiku belakangan ini. Jok motor yang lama-kelamaan mulai tertutupi
serpihan debu. Suara bulir air hujan yang menetes ke atap rumahku. Lapangan
dekat sekolah yang semakin sepi. Bahkan hingga guratan krayon di dinding
kamarku yang kamu goreskan sewaktu kita masih kecil dulu. Semua itu meneriakkan
namamu, Zi.
Kamu ingat tidak, waktu kamu
menyelinap masuk ke rumahku pada malam tahun baru? Saat itu aku sedang perang
dingin dengan kedua orang tuaku yang tidak mengizinkanku untuk keluar rumah dan
merayakannya. Seluruh temanku menyesalinya dan berkata bahwa mereka ingin
sekali aku ikut. Tapi hanya kamu yang dengan gagah berani datang dan
menculikku, Zi. Walaupun akhirnya kamu terpaksa memboncengku dengan motorku
sendiri, hahahaha.
“Qia,
you are the one.” Teman-temanku berkata padaku dalam suatu waktu. “There is no such a girl that would make a
good pair with Ozi, but you.”
Mereka salah, Zi. I might be the one. But I’m not the best
one.
Yang mereka lihat adalah betapa
akrabnya aku dan kamu. Betapa kerasnya tawaku bersamamu, betapa rileksnya kamu
di dekatku. Tapi mereka tidak pernah menyadari betapa sempurnanya kamu ketika
berdampingan dengan June.
Ya, June. Gadis yang mungil dan rapuh
itu. Dengan kulit kuning langsat yang halus, dan rambut sekelam langit malam
pada bulan Juni. Suaranya bening, terdengar seperti nyanyian saat dia sedang
berbicara. Orang-orang bilang dia sok lemah. Tapi aku justru melihatnya sebagai
pelengkap hidupmu, Zi.
Aku telah bersamamu selama belasan
tahun lamanya. Dan aku sadar, bahwa yang bisa membuatmu komplit seperti ini
bukanlah aku, melainkan June.
Gadis itu adalah serpihan puzzle yang
selama ini kamu cari kan, Zi?
Kamu tak perlu tahu tentang betapa
hancurnya aku saat mendengar berita bahwa kamu telah memilih June. Bukan dari
mulutmu sendiri, pula. Kamu tak perlu tahu tentang seberapa banyak air mata
yang kuteteskan saat aku memarkir motorku di bagian terdalam garasi rumahku dan
berhenti memakainya. Saat aku mencari jalan memutar untuk menghindari lapangan
yang selalu kamu pakai untuk bermain sepak bola itu. Maupun saat aku
mati-matian mencoba menghapus guratan krayon itu dari dinding kamarku. Kamu tak
perlu tahu, Zi.
Harus ada yang dikorbankan. Aku tidak
menyalahkanmu yang mengorbankan persahabatan kita untuk bisa mempertahankan
hubunganmu dengan June, karena aku sendiri juga mengorbankan perasaanku demi
menyambutmu dengan senyuman setiap kali kita bertemu—seolah tak pernah terjadi
gejolak apapun dalam hatiku. Maka aku memutuskan untuk berhenti menangisimu,
mengenangmu, bahkan mencintaimu. Tapi aku berjanji dalam hati untuk tetap
menyebut namamu dalam setiap doaku. Semua ini karena aku sadar bahwa tak ada
jalan untuk kembali ke masa lalu.
Izinkan aku untuk melepaskanmu, Zi.
***
Label: Cerpen